UU ITE mulai dirancang pada bulan maret
2003 oleh kementerian Negara komunikasi dan informasi (kominfo),pada mulanya
RUU ITE diberi nama undang-undang informasi komunikasi dan transaksi elektronik
oleh Departemen Perhubungan,Departemen Perindustrian,Departemen Perdagangan,
serta bekerja sama dengan Tim dari universitas yang ada di Indonesia yaitu
Universitas Padjajaran (Unpad),Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas
Indonesia (UI).
Pada tanggal 5 september 2005 secara resmi presiden Susilo Bangbang Yudhoyono menyampaikan RUU ITE kepada DPR melalui surat No.R/70/Pres/9/2005.
Dan menunjuk Dr.Sofyan A Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika) dan Mohammad Andi Mattalata (Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia) sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan bersama dengan DPR RI.
Dalam rangka pembahasan RUU ITE Departerment Komunikasi dan Informsi membentuk Tim Antar Departemen (TAD).Melalui Keputusan Menteri Komunikasi dan
Informatika No. 83/KEP/M.KOMINFO/10/2005 tanggal 24 Oktober 2005 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri No.: 10/KEP/M.Kominfo/01/2007 tanggal 23 Januari 2007.Bank Indonesia masuk dalam Tim Antar Departemen (TAD)
sebagai Pengarah (Gubernur Bank Indonesia), Nara Sumber (Deputi Gubernur yang
membidangi Sistem Pembayaran), sekaligus merangkap sebagai anggota bersama-sama
dengan instansi/departemen terkait. Tugas Tim Antar Departemen antara lain adalah menyiapkan bahan, referensi, dan tanggapan dalam pelaksanaan pembahasan RUU ITE, dan mengikuti pembahasan RUU ITE di DPR RI.
Dewan Perwakilam Rakyat (DPR) merespon surat Presiden No.R/70/Pres/9/2005.
Dan membentuk Panitia Khusus (Pansus) RUU ITE yang beranggotakan 50 orang dari 10 (sepuluh) Fraksi di DPR RI. Dalam rangka menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) atas draft RUU ITE yang disampaikan Pemerintah tersebut, Pansus RUU ITE
menyelenggarakan 13 kali Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)
dengan berbagai pihak, antara lain perbankan,Lembaga Sandi Negara, operator telekomunikasi,aparat penegak hukum dan kalangan akademisi.Akhirnya pada bulan
Desember 2006 Pansus DPR RI menetapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebanyak 287 DIM RUU ITE yang berasal dari 10 Fraksi yang tergabung dalam Pansus RUU ITE DPR RI.
Tanggal 24 Januari 2007 sampai dengan 6 Juni 2007 pansus DPR RI dengan pemerintah yang diwakili oleh Dr.Sofyan A Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika) dan Mohammad Andi Mattalata (Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia) membahas DIM RUU ITE.Tanggal 29 Juni 2007 sampai dengan 31 Januari 2008 pembahasan RUU ITE dalam tahapan pembentukan dunia kerja (panja).sedangkan pembahasan RUU ITE
tahap Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) yang berlangsung
sejak tanggal 13 Februari 2008 sampai dengan 13 Maret 2008.
18 Maret 2008 merupakan naskah akhir UU ITE dibawa ke tingkat II sebagai pengambilan keputusan.25 Maret 2008, 10 Fraksi menyetujui RUU ITE ditetapkan menjadi Undang-Undang. Selanjutnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani naskah UU ITE menjadi Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, dan dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 58 Tahun
2008 .
Pada tanggal 5 september 2005 secara resmi presiden Susilo Bangbang Yudhoyono menyampaikan RUU ITE kepada DPR melalui surat No.R/70/Pres/9/2005.
Dan menunjuk Dr.Sofyan A Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika) dan Mohammad Andi Mattalata (Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia) sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan bersama dengan DPR RI.
Dalam rangka pembahasan RUU ITE Departerment Komunikasi dan Informsi membentuk Tim Antar Departemen (TAD).Melalui Keputusan Menteri Komunikasi dan
Informatika No. 83/KEP/M.KOMINFO/10/2005 tanggal 24 Oktober 2005 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri No.: 10/KEP/M.Kominfo/01/2007 tanggal 23 Januari 2007.Bank Indonesia masuk dalam Tim Antar Departemen (TAD)
sebagai Pengarah (Gubernur Bank Indonesia), Nara Sumber (Deputi Gubernur yang
membidangi Sistem Pembayaran), sekaligus merangkap sebagai anggota bersama-sama
dengan instansi/departemen terkait. Tugas Tim Antar Departemen antara lain adalah menyiapkan bahan, referensi, dan tanggapan dalam pelaksanaan pembahasan RUU ITE, dan mengikuti pembahasan RUU ITE di DPR RI.
Dewan Perwakilam Rakyat (DPR) merespon surat Presiden No.R/70/Pres/9/2005.
Dan membentuk Panitia Khusus (Pansus) RUU ITE yang beranggotakan 50 orang dari 10 (sepuluh) Fraksi di DPR RI. Dalam rangka menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) atas draft RUU ITE yang disampaikan Pemerintah tersebut, Pansus RUU ITE
menyelenggarakan 13 kali Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)
dengan berbagai pihak, antara lain perbankan,Lembaga Sandi Negara, operator telekomunikasi,aparat penegak hukum dan kalangan akademisi.Akhirnya pada bulan
Desember 2006 Pansus DPR RI menetapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebanyak 287 DIM RUU ITE yang berasal dari 10 Fraksi yang tergabung dalam Pansus RUU ITE DPR RI.
Tanggal 24 Januari 2007 sampai dengan 6 Juni 2007 pansus DPR RI dengan pemerintah yang diwakili oleh Dr.Sofyan A Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika) dan Mohammad Andi Mattalata (Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia) membahas DIM RUU ITE.Tanggal 29 Juni 2007 sampai dengan 31 Januari 2008 pembahasan RUU ITE dalam tahapan pembentukan dunia kerja (panja).sedangkan pembahasan RUU ITE
tahap Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) yang berlangsung
sejak tanggal 13 Februari 2008 sampai dengan 13 Maret 2008.
18 Maret 2008 merupakan naskah akhir UU ITE dibawa ke tingkat II sebagai pengambilan keputusan.25 Maret 2008, 10 Fraksi menyetujui RUU ITE ditetapkan menjadi Undang-Undang. Selanjutnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani naskah UU ITE menjadi Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, dan dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 58 Tahun
2008 .
Berikut ini adalah
sumbernya adalah http://jayacyberlaw.blogspot.co.id/2009/08/sejarah-lahirnya-uu-ite_07.html
Asas Dan Tujuan UU ITE
Saat ini
kemajuan teknologi dan informasi berjalan dengan sangat
cepat. Adanya internet memungkinkan setiap orang mudah untuk mengakses
informasi dan bertransaksi dengan dunia luar. Bahkan internet dapat
menciptakan suatu jaringan komunikasi antar belahan dunia sekalipun.
Kemajuan teknologi
ini tentunya mempunyai dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya
antara lain mudahnya memperoleh informasi kapan pun dan dimana pun,
meningkatkan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan
pekerjaan, dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dan sebagai media yang
memungkinkan siapapun untuk berpartisipasi di dalamnya untuk keperluan apa pun
dan lain-lain.
Sedangkan dampak negatifnya yaitu membuka ruang terjadinya perdagangan gelap, penipuan dan pemalsuan, dapat merusak moral bangsa melalui situs-situs tertentu, menurunkan rasa nasionalisme, penyalahgunaan yang tidak memandang nilai-nilai agama dan sosial budaya dapat menimbulkan perpecahan dan sebagainya.
Sedangkan dampak negatifnya yaitu membuka ruang terjadinya perdagangan gelap, penipuan dan pemalsuan, dapat merusak moral bangsa melalui situs-situs tertentu, menurunkan rasa nasionalisme, penyalahgunaan yang tidak memandang nilai-nilai agama dan sosial budaya dapat menimbulkan perpecahan dan sebagainya.
Namun Pemerintah
Republik Indonesia bersama dengan DPR rupanya telah
mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat ditimbulkan oleh
internet. Maka setelah melalui proses pertimbangan, pada 21 April 2008,
diundangkanlah Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik yang lebih dikenal dengan UU ITE.
Dalam undang-undang
tersebut juga dijelaskan asas dan tujuan dibentuknya UU ITE terdiri atas 2
pasal, yaitu pasal 3 tentang asas dan pasal 4 tentang tujuan
dibentuknya Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
Pada pasal
3 UU ITE disebutkan bahwa “Pemanfaatan teknologi informasi dan
transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat,
kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral
teknologi ”
Pasal 4 UU ITE
disebutkan bahwa Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi
elektronik dilaksanakan dengan beberapa tujuan untuk :
a. Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai
bagian dari masyarakat informasi dunia.
b. Mengembangkan perdagangan dan perekonomian
nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan
ekonomi nasional.
c. Efektifitas dan efisiensi pelayanan publik
dengan memanfaatkan secara optimal teknologi informasi untuk tercapainya
keadilan dan kepastian hukum.
d. Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada
setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuannya di bidang penggunaan
dan pemanfaatan Teknologi informasi secara seoptimal mungkin dan bertanggung
jawab.
Rumusan Tambahan
dari FPDIP
e. Mempercepat tercapainya keadilan dan
kepastian hukum dalam penggunaan dan pemanfaatan Teknologi informasi dalam
rangka menghadapi perkembangan Teknologi informasi dunia.
Rumusan Tambahan
dari FPPP
f. Mewujudkan tercapainya keadilan sosial dan
kepastian hukum.
Rumusan Tambahan
dari F-PKB
g. Memberi rasa aman, dan adanya kepastian
hukum bagi pengguna dan pemanfaat teknologi informasi.
Dengan isi pada
kedua pasal tersebut kemajuan teknologi informasi dan transaksi elektronik
tentu bukan menjadi ancaman, karna dalam asas nya didasarkan pada hukum,
iktikad baik dan kebebasan untuk memilih teknologi atau netral teknologi.
Maksud dari netral teknologi disini adalah tidak adanya diskriminasi terhadap
pemilihan teknologi.
Tujuan dari
pembentukkan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juga
telah jelas dipaparkan yaitu mencerdaskan bangsa dengan adanya
perkembangan teknologi, mengembangkan perekonomian, pelayanan publik menjadi
efektif dan efisien, memajukan pemikiran dan kemampuan setiap orang untuk
mengembangkan teknologi serta tujuan tambahan dari FPDIP, FPPP dan F-PKB.
Berikut ini adalah sumbernya adalah http://rivinerstkj2.blogspot.co.id/2012/12/sejarahasas-dan-tujuan-penyelenggaraan.html
Dasar Pembentukan dan Penjelasan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dibuat dengan
berbagai dasar
pikiran bahwa :
Pertama, pembangunan nasional sebagai suatu proses yang
berkelanjutan yang harus
senantiasa tanggap terhadap berbagai
dinamika yang terjadi di masyarakat;
Kedua, globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai
bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya
pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat
nasional sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal,
merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan
bangsa;
Ketiga, perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang
demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam
berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk
perbuatan hukum baru;
Keempat, penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus
dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan
nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
Kelima, pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam
perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat;
Keenam, pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi
melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi
Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan
memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
Pada penjelasan UU ITE ini
disebutkan bahwa :
Pemanfaatan Teknologi Informasi,
media, dan komunikasi telah mengubah, baik perilaku masyarakat maupun peradaban
manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah
pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan
menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung
demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena
selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan
peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Saat ini telah lahir suatu rezim
hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber
atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait
dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum
telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi,
hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah
hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya
(virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir
mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem
komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan
memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem
elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang
seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi,
dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal
yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem
elektronik.
Yang dimaksud dengan sistem
elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup
perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan
telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau
program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk
bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media
yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk
melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk
persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
Sistem elektronik juga digunakan
untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan
teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik,
yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan
atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan
manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke
dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik
kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada
sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah
keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat
keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi
yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan
communication.
Sehubungan dengan itu, dunia hukum
sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya ketika
menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus
pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber
tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu
negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi
baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan
transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di
Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat
informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara
Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk
diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu
hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian
kompleks dan rumit.
Permasalahan yang lebih luas terjadi
pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan
melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari
perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika)
berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya
perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.
Kegiatan melalui media sistem
elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat
virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata.
Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan
kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan
terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan
dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun
alat buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian, subjek pelakunya
harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum
secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik
yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.
Berkaitan dengan hal itu, perlu
diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi
informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh
karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space,
yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika.
Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara
elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak, karena tanpa kepastian hukum,
persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.
Undang-Undang ini memiliki jangkauan
yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia
dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk
perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia
baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum
Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia,
mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal. Yang
dimaksud dengan “merugikan kepentingan Indonesia” adalah meliputi tetapi tidak
terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data
strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara,
kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.
Secara teknis perbuatan yang
dilarang sebagaimana dimaksud pada UU ITE ini dapat dilakukan, antara lain
dengan : a. melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja
berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk
menerimanya; atau b. sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat
atau gagal diterima oleh yang berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.
Manfaat UU ITE
Beberapa manfaat dari UU. No 11
Tahun 2008 tentang (ITE), diantaranya:
- Menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang melakukan transaksi secara elektronik.
- Mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia
Dengan adanya UU ITE ini, maka:
- Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat pendukungnyamendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkanmanfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadipenyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
- E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harusmemaksimalkan potensi pariwisata indonesia dengan mempermudahlayanan menggunakan ICT.
- Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya Indonesia.
- Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat waktu sama dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensikreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain
Alasan Pelaksaan UU ITE
Salah satu alasan pembuatan UU ITE
adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang
sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan
dan cara pandang terhadap telekomunikasi. Kemunculan UU ITE membuat beberapa
perubahan yang signifikan, khususnya dalam dunia telekomunikasi, seperti:
- Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah berkembang pada TI.
- Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
UU ITE sudah cukup komprehensif
dalam mengatur informasi elektronik dan transaksi elektronik. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa cakupan materi UU ITE yang merupakan terobosan baru yang sudah
dijelaskan sebelumnya. Beberapa hal yang belum diatur secara spesifik diatur
dalam UU ITE, akan diatur dalam Peraturan Pemeritanh dan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Yang Terlewatkan Dan Perlu Persiapan
dari UU ITE
Beberapa yang masih terlewat, kurang
lugas dan perlu didetailkan dengan peraturan dalam tingkat lebih rendah dari UU
ITE (Peraturan Menteri, dsb) adalah masalah:
- Spamming, baik untuk email spamming maupun masalah penjualan data pribadi oleh perbankan, asuransi, dsb.
- Virus dan worm komputer (masih implisit di Pasal 33), terutama untuk pengembangan dan penyebarannya
- Kemudian juga tentang kesiapan aparat dalam implementasi UU ITE. Amerika, China dan Singapore melengkapi implementasi cyberlaw dengan kesiapan aparat. Child Pornography di Amerika bahkan diberantas dengan memberi jebakan ke para pedofili dan pengembang situs porno anak-anak
Cakupan Materi UU ITE
- Informasi elektronlik dan/atau dokumen elektronik.
Informasi elektronik adalah salah
satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada
tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, EDI, e-mail, telegram, teleteks,
telecopy, atau sejenisnya yang telah diolah memiliki arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.
Dokumen elektronik adalah setiap informasi
elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam
bentuk analog, digital, elektromangnetik, optikal, atau sejenisya yang dapat
dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau system
elektronik.
- Transaksi elektronik : perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan computer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
- Tanda tangan elektronik: tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terikat dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentifikasi.
- Penyelenggaran sertifikasi elektronik (certification authority) : badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya dalam memberikan dan mengaudit Sertifikasi Elektronik.
- Nama domain: alamat internet dari penyelenggara Negara, orang, badan usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet. Alamat ini berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
- HaKI: Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang di dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan Peraturan Perundang-undangan (Pasal 25 UU ITE).
- Data Pribadi (privasi): penggunaan tiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutam, kecuali ditentukan lain oleh Perundangan-undangan.
- Perbuatan Dilarang dan Ketentuan Pidana:
1. Indecent
Materials/Ilegal Content (Konten Ilegal). Sangsi: Pidana penjara paling
lama 6-12 tahun dan/atau denda antara RP. 1 M – Rp. 2 M (Pasal 45 UU ITE).
2. Ilegal Access
(Akses Ilegal). Sangsi: Pidana penjara paling lama 6-8 tahun dan/atau
denda antara Rp. 600 juta – Rp. 700 juta (pasal 46 UU ITE).
3. Ilegal
Intercedption (Penyadapan Ilegal). Sangsi: Pidana penjara paling lama 10 tahun
dan/atau denda paling besar Rp. 800 jt (Pasal 47 UU ITE).
4. Data
Interference (Gangguan Data). Sangsi: Pidana penjara max 8-10 Tahun dan/atau
denda antara Rp. 1 M – Rp. 5 M (pasal 48 UU ITE).
5. System
Interference (Sistem Interference). Sanksi: pidana penjara paling lama 10 tahun
dan/ atau denda paling besar RP. 10 M (pasal 49 UU ITE).
6. Missue of
devices (Penyalahgunaan Perangkat). Sanksi: pidana penjara paling lama 10 tahun
dan/atau denda paling besar Rp. 10 M (pasal 50 UU ITE).
7. Computer
related fraud dan forgery (Penipuan dan Pemalsuan yang berkaitan dengan
komputer). Sanksi: Pidana penjara paling lama, 12 tahun dan/atau denda paling
besar 12 M (pasal 51 UU ITE).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar